Mediamassa.co.id – Pada era Gubernur Ali Sadikin (1966–1977), Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pernah mengizinkan pendirian kasino legal pertama di Petak Sembilan, Glodok, pada 21 September 1967. Konsep ini diadopsi sebagai solusi inovatif untuk menambah pemasukan pemerintah daerah.
Keuntungan Fantastis dari Kasino
Kasino hanya diperuntukkan bagi Warga Negara Asing keturunan Tionghoa, untuk menghindari perdebatan moral terkait warga lokal .
Dari bisnis ini, pemerintah mencatat kenaikan pemasukan signifikan: Rp 25 juta per bulan pada 1967, setara dengan 108,7 kg emas saat itu .
Jika dikonversi ke nilai saat ini, pendapatan tersebut setara lebih dari Rp 200 miliar setiap bulan .
Dampak Positif untuk Infrastruktur Jakarta
Pendapatan dari kasino digunakan langsung membiayai pembangunan infrastruk‑ tur kota, termasuk:
Pembangunan jalan dan jembatan
Fasilitas pendidikan dan kesehatan (sekolah & rumah sakit)
Proyek-proyek publik lainnya
Akibatnya, dalam rentang 1967–1977, anggaran Jakarta meningkat dari puluhan juta hingga Rp 122 miliar pada 1977, berkat pemasukan tambahan dari kasino tersebut .
Kebijakan Diakhiri, Warisan Inovatif
Pada 1974, kasino ditutup menyusul UU No. 7/1974 yang melarang perjudian secara nasional . Namun, kebijakan singkat ini meninggalkan pelajaran penting tentang:
Potensi diversifikasi pendanaan daerah
Pentingnya keseimbangan antara moral sosial dan kebutuhan ekonomi
Kebijakan fiskal berbasis konteks historis sebagai alat bagi pembuat kebijakan modern
Wacana Kembali Mencuat
Belakangan, wacana legalisasi kasino kembali muncul, seiring usulan dari anggota DPR dan ahli hukum yang berharap:
Mengurangi aliran dana perjudian ke luar negeri
Meningkatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP)
Memanfaatkan model kawasan ekonomi khusus untuk mengelola kasino agar tidak meluas dan tetap terkendali
(Red)
Social Header