"Brigadir Nurhadi ditemukan tewas di villa Gili Trawangan, Lombok. Dugaan penganiayaan oleh atasan memunculkan kemiripan dengan kasus Ferdy Sambo. Simak kronologi dan perkembangan terkini."
Mediamassa.co.id – Kasus kematian Brigadir Muhammad Nurhadi di Lombok Utara kini menjadi sorotan nasional. Peristiwa yang awalnya disebut sebagai kecelakaan ini belakangan memunculkan indikasi kuat penganiayaan oleh atasan korban sendiri. Banyak pihak menyebut kasus ini mirip dengan kasus Ferdy Sambo, yang mengguncang institusi kepolisian Indonesia pada 2022 lalu.
Kronologi Kematian Brigadir Nurhadi
Brigadir Nurhadi ditemukan tewas pada 16 April 2025 di sebuah kolam renang villa di Gili Trawangan. Namun, kecurigaan muncul karena kolam tempat jasad ditemukan hanya sedalam 1,2 meter — jauh lebih dangkal dari tinggi tubuh korban yang mencapai 1,6 meter.
Pihak keluarga pun menolak jika disebut sebagai kecelakaan. Mereka mendesak dilakukan autopsi dan penyelidikan menyeluruh.
Hasil Autopsi Ungkap Dugaan Penganiayaan
Laporan hasil autopsi menunjukkan adanya luka-luka yang tidak sesuai dengan penyebab kematian karena tenggelam. Dugaan penganiayaan pun menguat. Fakta ini membuka kemungkinan bahwa Brigadir Nurhadi meninggal akibat dianiaya, bukan karena insiden biasa.
Dua atasan korban, yakni Kompol I Made Yogi Purusa dan Ipda Haris Chandra, ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan. Keduanya berada di lokasi kejadian saat peristiwa terjadi. Pada 27 Mei 2025, keduanya resmi dipecat tidak hormat oleh Polda NTB setelah menjalani sidang etik.
Mirip Kasus Ferdy Sambo?
Banyak pihak menyoroti kemiripan pola antara kematian Brigadir Nurhadi dan kasus Ferdy Sambo:
• Sama-sama korban adalah bawahan
• Dugaan pembunuhan dilakukan oleh atasan
• Ada upaya awal “menutup” kasus dengan skenario yang tidak masuk akal
Keluarga korban, LSM, hingga warganet mendesak agar kasus ini ditangani secara transparan dan tidak berhenti di pemecatan. Mereka mendorong proses hukum yang tuntas hingga ke pengadilan pidana.
Kasus kematian Brigadir Nurhadi menjadi pengingat bahwa reformasi internal Polri masih sangat diperlukan. Proses hukum yang transparan akan menjadi penentu apakah kasus ini akan membuka kepercayaan publik atau sebaliknya, mengulang luka lama yang belum sembuh sejak tragedi Sambo.
(Red)
Social Header