Breaking News

Bisnis Sepeda Ratusan Juta Anjlok 70%, Tersapu Tren Padel yang Sedang Booming di Indonesia

Foto. Ilustrasi
Jakarta, DKI Jakarta - Sabtu, 9 Agustus 2025 – Bisnis sepeda mewah yang pernah berjaya di masa pandemi kini menghadapi kenyataan pahit. Setelah sempat menjadi simbol gaya hidup sehat dan status sosial, penjualan sepeda dengan harga ratusan juta rupiah kini merosot tajam. Data pelaku usaha menyebut penurunan mencapai 70% dalam dua tahun terakhir.

Fenomena ini tidak hanya dirasakan di pusat penjualan sepeda kelas atas seperti STC Senayan, Jakarta, tetapi juga di berbagai wilayah Indonesia. Banyak toko yang dulunya ramai pembeli kini tutup permanen. Di STC Senayan, yang pernah menjadi “surga” bagi pencinta sepeda premium, kini hanya tersisa One Bike Shop sebagai satu-satunya toko yang masih bertahan.

Pandemi Jadi Titik Balik Bisnis Sepeda Mewah

Pada masa awal pandemi COVID-19, tren bersepeda melonjak drastis. Masyarakat yang membutuhkan aktivitas fisik di ruang terbuka berbondong-bondong membeli sepeda, bahkan tak ragu membayar ratusan juta rupiah untuk merek ternama seperti Brompton, Colnago, atau Pinarello.

Kala itu, mendapatkan sepeda premium tidaklah mudah. Inden berbulan-bulan, stok terbatas, dan harga yang melonjak justru membuatnya semakin eksklusif. Namun, kondisi tersebut tidak bertahan lama.

Memasuki fase normal baru, minat masyarakat terhadap sepeda mulai memudar. Aktivitas kantor dan hiburan lain kembali dibuka, membuat waktu untuk bersepeda berkurang. Alhasil, banyak sepeda mahal beralih menjadi barang pajangan atau dijual kembali dengan harga lebih rendah.

Selain di STC Senayan, kawasan Pasar Rumput di Jakarta Selatan juga merasakan dampak serupa. Beberapa pedagang yang sudah puluhan tahun berjualan sepeda harus gulung tikar karena omzet turun drastis.

“Dulu sehari bisa jual 3–5 unit sepeda, sekarang kadang seminggu pun tidak laku satu,” ungkap seorang pedagang lama yang memilih bertahan dengan menjual suku cadang dan sepeda bekas.

Penurunan minat ini membuat pasokan sepeda premium melimpah di pasar barang bekas. Banyak pemilik yang menjual sepeda mereka karena jarang digunakan, berharap setidaknya bisa mengembalikan sebagian modal.

Tren Olahraga Padel Mulai Geser Popularitas Sepeda

Di tengah meredupnya tren gowes, muncul fenomena baru yang menyita perhatian: padel. Olahraga raket yang memadukan unsur tenis dan squash ini berkembang pesat di Indonesia, khususnya di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bali.

Padel dimainkan di lapangan yang lebih kecil dari tenis, dikelilingi dinding kaca atau pagar, sehingga bola bisa memantul seperti di squash. Biasanya dimainkan ganda (dua lawan dua) dengan raket solid tanpa senar dan bola mirip tenis tetapi bertekanan lebih rendah.

Kelebihan padel yang membuatnya cepat populer antara lain:

• Mudah dipelajari bahkan untuk pemula.

• Lebih santai dibanding tenis, tetapi tetap membakar kalori.

• Interaktif dan sosial, cocok untuk membangun jaringan pertemanan atau relasi bisnis.

• Instagramable, karena lapangannya modern dan estetik.

Pertumbuhan Cepat di Indonesia

Menurut Federasi Padel Internasional (FIP), Indonesia kini masuk jajaran negara dengan pertumbuhan pemain padel tercepat di Asia Tenggara, menempati peringkat ke-6 di kawasan dan ke-29 secara global.

Fenomena ini membuat banyak pelaku bisnis melirik padel sebagai peluang baru. Salah satu contoh adalah Ciputra International, yang membangun enam lapangan padel di kawasan New CBD Puri, Jakarta Barat, untuk memenuhi permintaan pasar.

Selain itu, beberapa klub olahraga dan pusat kebugaran mulai menambah fasilitas lapangan padel sebagai daya tarik anggota baru. Di Bali, padel bahkan sudah menjadi aktivitas populer di kalangan wisatawan mancanegara.

Peluang Bisnis Lapangan Padel

Bagi investor, padel menawarkan prospek menarik. Modal pembangunan per lapangan diperkirakan antara Rp400 juta hingga Rp1 miliar, tergantung spesifikasi dan lokasi. Tarif sewa lapangan berkisar Rp200.000–Rp500.000 per jam, dengan potensi pendapatan harian mencapai Rp20–24 juta jika tingkat okupansi tinggi.

Dengan skema tersebut, banyak pengusaha memperkirakan balik modal bisa dicapai dalam 1–2 tahun saja. Ditambah lagi, tren padel di Indonesia masih berada pada tahap awal, sehingga peluang pertumbuhan ke depan sangat besar.

Beberapa pelaku usaha juga mulai menambahkan fasilitas pendukung seperti kafe, toko perlengkapan padel, hingga kelas pelatihan untuk anak dan dewasa guna meningkatkan keuntungan.

Mitigasi Risiko dalam Bisnis Padel

Meski potensinya besar, bisnis padel tetap memiliki risiko, seperti kerusakan lapangan akibat cuaca, biaya perawatan tinggi, hingga fluktuasi tren. Karena itu, beberapa perusahaan asuransi seperti MPMInsurance mulai menawarkan produk perlindungan khusus untuk bisnis olahraga, termasuk lapangan padel.

Langkah ini dianggap penting untuk menjaga keberlanjutan usaha, apalagi jika investasi yang dikeluarkan mencapai miliaran rupiah.

Meredupnya tren sepeda mewah menjadi pelajaran bahwa bisnis yang bergantung pada tren harus cepat beradaptasi. Padel hadir sebagai fenomena baru yang bukan hanya olahraga, tetapi juga gaya hidup dan peluang investasi.

Bagi pelaku usaha yang jeli, padel bisa menjadi “sepeda baru” dalam artian simbol status dan kesenangan, sekaligus mendatangkan keuntungan besar. Namun, kesuksesan di bisnis ini bergantung pada strategi pemasaran, manajemen fasilitas, dan keberanian berinovasi sebelum tren mencapai titik jenuh.


Artikel ini telah tayang di
Mediamassa.co.id
© Copyright 2025 - mediamassa.co.id
🔮 Zodiak Mingguan (4 – 10 Agustus 2025)
Memuat ramalan zodiak...