Medimassa.co.id – Mantan Direktur Utama PT Investree Radhika Jaya, Adrian Asharyanto Gunadi, tengah menjadi sorotan publik setelah diketahui menjabat sebagai CEO JTA Investree Doha Consultancy di Qatar, padahal dirinya masih berstatus sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Republik Indonesia.
Adrian sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pelanggaran pengelolaan dana di perusahaan fintech lending Investree, yang izin operasionalnya telah dicabut OJK sejak Oktober 2024.
Status Tersangka dan Red Notice Interpol
Adrian masuk dalam DPO sejak awal 2025 karena diduga melanggar ketentuan ekuitas minimum dan melakukan kegiatan di luar ketentuan LPBBTI (Layanan Pendanaan Berbasis Teknologi Informasi). Kasus ini membuat OJK mengajukan permohonan red notice ke Interpol serta berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk pencabutan paspor dan pelacakan internasional.
"Kami menyayangkan adanya individu berstatus DPO yang justru bisa menjabat CEO di luar negeri," kata M. Ismail Riyadi, Plt Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan OJK, Jumat (26/7/2025).
Jabat CEO di Doha, Qatar Saat Jadi Buron
Keberadaan Adrian di luar negeri terpantau melalui aktivitasnya sebagai pimpinan JTA Investree Doha Consultancy – entitas yang disebut sebagai bagian dari jaringan Investree Group. Fakta ini menimbulkan pertanyaan publik: bagaimana mungkin seorang buronan hukum bisa aktif menjalankan bisnis secara formal di luar negeri?
OJK menyebut pihaknya akan meningkatkan koordinasi dengan otoritas di Qatar, termasuk melalui Interpol dan Kementerian Luar Negeri, untuk memastikan proses hukum terhadap Adrian tetap berjalan.
Investree Dicabut Izin, Nasabah Masih Terdampak
Sebagai informasi, OJK mencabut izin usaha Investree pada 21 Oktober 2024, berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner Nomor KEP-53/D.06/2024. Pencabutan tersebut terjadi karena pelanggaran berat, termasuk masalah solvabilitas dan gagal bayar ke ribuan lender.
Hingga kini, banyak lender (pemberi pinjaman) belum menerima pelunasan dana, dan status hukum CEO sebelumnya menjadi perhatian penting dalam proses penyelesaian tanggung jawab perdata maupun pidana.
OJK secara tegas menyatakan komitmennya untuk menegakkan proses hukum terhadap Adrian Gunadi, meski yang bersangkutan kini berada di luar negeri. Penunjukan dirinya sebagai CEO di Qatar memicu sorotan publik dan menambah kompleksitas upaya pemulihan kerugian para lender. Kasus ini menjadi peringatan penting dalam pengawasan industri fintech, serta perlunya kerja sama hukum lintas negara yang lebih kuat.
(Red)
Social Header