| Apa Itu Memetic Violence? Istilah yang Disinggung Densus 88 Terkait Ledakan SMAN 72 Jakarta. (CANDRA/AFP) |
Jakarta, DKI Jakarta - Rabu, 12 November 2025 – Insiden ledakan di SMAN 72 Jakarta terus menyita perhatian publik. Dalam penyelidikan awal, Densus 88 Antiteror Polri menyebut adanya fenomena “memetic violence”, istilah yang langsung memicu rasa penasaran masyarakat. Meski begitu, pihak kepolisian menegaskan bahwa kasus ini bukan aksi terorisme jaringan.
Densus 88: Tidak Ada Keterlibatan Kelompok Teror
Densus 88 memastikan pelaku merupakan anak berhadapan dengan hukum (ABH) dan tidak terkait dengan organisasi teror. Namun, pola perilakunya menunjukkan pengaruh kuat dari konten ekstrem yang ia konsumsi di internet.
Tim penyidik menemukan bahwa pelaku sering mengakses foto, video, hingga forum berisi kekerasan. Selain itu, terdapat airsoft gun bertuliskan nama tokoh kekerasan ekstrem yang populer di dunia maya, indikasi kuat adanya inspirasi digital.
Apa itu Memetic Violence?
Istilah memetic violence merujuk pada tindakan kekerasan yang muncul karena meniru atau terinspirasi dari konten tertentu di internet. Kekerasan ini tidak berasal dari perintah kelompok, melainkan dari paparan ideologi, narasi, atau aksi kekerasan yang viral secara online.
Fenomena ini sering terjadi ketika seseorang:
• Mengidolakan pelaku kekerasan ekstrem dari luar negeri
• Mengakses konten radikal tanpa pengawasan
• Meniru metode atau gaya aksi yang mereka lihat di internet
• Tidak memiliki hubungan struktural dengan kelompok teroris
Melalui sudut pandang ini, Densus 88 melihat ledakan di SMAN 72 sebagai kasus imitasi kekerasan, bukan serangan terorganisir.
Bom Rakitan dan Pola Kendali Jarak Jauh
Dari lokasi kejadian, penyidik menemukan bom rakitan dengan sistem pemicu jarak jauh. Temuan ini memperkuat analisis bahwa pelaku terinspirasi dari konten daring yang menjelaskan atau memperlihatkan cara membuat alat peledak.
Pemeriksaan masih dilanjutkan, termasuk penelusuran jejak digital, akses website, dan kemungkinan interaksi pelaku dengan komunitas online tertentu.
Pentingnya Literasi Digital dan Pengawasan Remaja
Kasus ini membuka kembali urgensi pengawasan orang tua dan sekolah. Remaja dengan akses bebas ke konten kekerasan sangat rentan melakukan imitasi tanpa memahami konsekuensi hukum maupun keamanan.
Pihak berwenang juga berkoordinasi dengan lembaga perlindungan anak untuk pendampingan psikologis dan hukum, mengingat pelaku serta korban masih berada di bawah umur.
Insiden SMAN 72 Jakarta menjadi peringatan bahwa konten berbahaya di internet bisa memicu tindakan nyata, terutama pada remaja yang rentan. Meski bukan aksi teror jaringan, fenomena memetic violence tetap berbahaya dan perlu mendapat perhatian serius.
Artikel ini telah tayang di
Mediamassa.co.id
Social Header