Mediamassa.co.id - Belakangan ini, publik dikejutkan dengan berbagai kasus pelecehan seksual yang melibatkan tenaga medis. Tidak hanya menyisakan luka bagi para korban, kasus-kasus tersebut juga mengguncang kepercayaan terhadap profesi yang selama ini dianggap mulia, yaitu dokter. Di tengah keresahan tersebut, muncul suara kritis dari mahasiswa di Surabaya yang mulai mempertanyakan batas antara profesionalisme dan penyalahgunaan kekuasaan di ruang medis yang seharusnya aman.
Penelitian ini mencoba menggali lebih dalam: bagaimana sebenarnya mahasiswa - terutama generasi muda yang sedang menempuh pendidikan tinggi - memandang kasus-kasus tersebut? Apakah kepercayaan mereka terhadap dokter sudah runtuh? Atau masih adakah harapan untuk mengembalikan martabat profesi ini?
Mereka tidak diam, tapi juga tidak menghakimi
Mayoritas responden dalam penelitian ini adalah perempuan muda berusia 18-21 tahun, kelompok yang secara sosial lebih rentan terhadap pelecehan seksual. Tidak mengherankan jika 83,7% dari mereka mengaku lebih waspada saat menjalani pemeriksaan medis. Bahkan, 86% secara eksplisit menyatakan bahwa pelecehan yang dilakukan oleh dokter merupakan cerminan runtuhnya etika dan profesionalisme.
Namun menariknya, meski menunjukkan kewaspadaan yang tinggi, bukan berarti mereka langsung menaruh curiga pada semua dokter. Hanya 32,6% yang benar-benar merasa kehilangan kepercayaan terhadap profesi kedokteran secara keseluruhan. Sebagian besar mahasiswa mampu membedakan antara oknum pelaku dan dokter yang bekerja dengan integritas. Ini adalah bukti bahwa kesadaran kritis tidak selalu berarti menghakimi secara membabi buta.
Media Bukan Satu-satunya Sumber Pengaruh
Ketika isu-isu besar seperti ini meledak di media, banyak yang beranggapan bahwa pemberitaanlah yang membentuk opini publik. Namun dalam temuan ini, hanya 39,5% mahasiswa yang mengaku terpengaruh oleh media. Sisanya lebih banyak membentuk opini mereka melalui pengalaman pribadi, cerita teman, dan perbincangan di kampus. Hal ini menunjukkan bahwa generasi muda tidak mudah digiring oleh narasi, mereka berpikir, memilah, dan menyimpulkan sendiri.
Tuntutan akan Tindakan Nyata
Mahasiswa tidak hanya menunjukkan kekecewaan. Mereka juga menuntut perubahan. Sebanyak 69,8% responden sangat setuju bahwa pelaku pelecehan seksual di lingkungan medis harus diberi sanksi tegas oleh pihak rumah sakit. Bagi mereka, ini bukan hanya tentang hukuman, tapi tentang mengembalikan rasa aman. Rumah sakit bukanlah tempat yang boleh memberikan celah sedikit pun untuk penyimpangan semacam ini.
Pesan mereka jelas: Tegakkan Etika, Kembalikan Kepercayaan
Apa yang ingin disampaikan oleh para mahasiswa melalui persepsi mereka sangat jelas: kepercayaan dapat rusak, tetapi juga dapat dipulihkan. Selama institusi kesehatan menunjukkan keberanian untuk berbenah-menegakkan etika profesi, melindungi korban, dan memperbaiki sistem-maka ruang untuk pemulihan tetap terbuka.
Mahasiswa masa kini tidak hanya duduk diam di bangku kuliah. Mereka bersuara, berpikir, dan menjadi bagian dari kontrol sosial. Dalam edisi kali ini, mereka menjadi pengingat bahwa profesi apapun-termasuk dokter-tidak boleh luput dari evaluasi. Karena hanya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, kepercayaan yang retak dapat disatukan kembali.
Memenuhi Tugas Evaluasi Tengah Semester mata kuliah Opini Publik dan Propaganda, dosen pengampu Beta Puspitaning Ayodya, S.Sos., M.A
Nama Anggota :
Khoirotus Sabila-1152300053
Robert Alvin-1152300059
Debora Lie-1152300069
Mutiara Ramadhani-1152300100
Social Header