Mediamassa.co.id – Banyak pengguna internet di Indonesia mengeluhkan kuota data internet yang hangus setelah masa aktif habis, meskipun belum digunakan sepenuhnya. Pertanyaannya: Ke mana perginya sisa kuota yang sudah dibayar? Apakah ini termasuk bentuk penipuan digital atau pelanggaran terhadap hak konsumen?
Apa yang Terjadi dengan Kuota yang Tidak Terpakai?
Ketika Anda membeli paket internet (misalnya 10 GB untuk 30 hari), dan hanya memakai 6 GB, maka 4 GB akan hangus otomatis setelah masa aktif habis. Artinya, kuota tersebut tidak bisa diakses lagi, meski sebenarnya sudah dibayar.
Pakar telekomunikasi menyebut sistem ini sebagai model bisnis berbasis waktu (time-limited access), di mana operator menjual “hak akses terbatas”, bukan “produk kuota” permanen.
Benarkah Ini Bentuk Kejahatan?
Secara hukum pidana, belum bisa disebut kejahatan. Namun dari sudut pandang konsumen, ini bisa dikategorikan sebagai:
• Malpraktik bisnis digital
• Eksploitasi konsumen
• Kontrak sepihak yang merugikan pelanggan
Menurut UU Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang menghilangkan hak konsumen. Maka, sistem hangus otomatis ini berpotensi melanggar aturan tersebut, terutama jika tidak ada transparansi.
Bayangkan Anda membeli seember air seharga Rp50.000, tapi penjual berkata:
“Kalau tidak habis dalam 30 menit, sisanya saya buang.”
Inilah yang terjadi pada kuota internet—sudah dibayar, tapi tidak bisa digunakan jika waktunya habis.
Beberapa pengamat mendorong:
Operator seluler memberikan fitur "rollover" agar kuota yang tidak terpakai bisa digunakan di bulan berikutnya.
Adanya kompensasi atau pengembalian nilai atas kuota yang hangus.
Pengawasan lebih ketat dari pemerintah, BRTI, Kominfo, dan YLKI untuk mengawasi praktik yang dinilai merugikan ini.
(Red)
Social Header