Mediamassa.co.id – Setelah menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan kembali hak mereka, para korban investasi ilegal Binomo kini menghadapi dugaan penyelewengan dalam proses pengembalian aset. Kekecewaan memuncak setelah muncul laporan bahwa aset yang telah disita dan dipercayakan untuk dikelola oleh Perkumpulan Trader Indonesia Bersatu (PTIB) diduga dijual tanpa prosedur yang transparan dan tanpa persetujuan mayoritas korban.
Penjualan Aset Diduga Tidak Transparan
Korban menyatakan bahwa sejak awal, kesepakatan yang dibuat menekankan pentingnya transparansi dan keterbukaan dalam proses penjualan aset. Namun, dalam pelaksanaannya, beberapa aset dilaporkan dijual tanpa pemberitahuan resmi, dan bahkan ada yang dilepas dengan harga jauh di bawah nilai pasar.
“Kami tidak tahu kapan aset dijual, berapa nilainya, dan ke mana uangnya disalurkan. Tiba-tiba kami dengar dana penjualan sudah dibagikan, padahal kami belum pernah menyetujui pembagian tersebut,” ujar Okda, salah satu korban.
Polemik Kepengurusan PTIB
Pada 12 April 2025, muncul informasi adanya perubahan kepengurusan PTIB yang dilakukan tanpa sepengetahuan mayoritas korban. Padahal, sebelumnya telah ditetapkan melalui mekanisme resmi bahwa Leo Chandra adalah Ketua PTIB berdasarkan keputusan bersama para anggota.
Leo Chandra menyampaikan bahwa perubahan tersebut tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi karena tidak melalui musyawarah anggota.
“Perubahan itu dilakukan tanpa rapat anggota. Saya tidak pernah diberitahu, dan mayoritas anggota pun tidak mengetahui,” kata Leo Chandra.
Potensi Pelanggaran Hukum
Menurut kajian hukum, perubahan kepengurusan tanpa mekanisme resmi dapat dianggap cacat hukum. Jika disertai dugaan pemalsuan dokumen, penyalahgunaan wewenang, atau manipulasi data, maka tindakan tersebut bisa dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, serta pasal-pasal lain dalam KUHP dan UU Tipikor.
Dugaan Peran Oknum Mantan Pengurus
Sejumlah korban juga mengungkap kekhawatiran atas keterlibatan oknum mantan pengurus yang disebut masih aktif di internal kelompok korban. Mereka diduga memiliki pengaruh besar dalam proses verifikasi data dan aliran dana, serta diduga membentuk narasi tertentu untuk menutupi penyimpangan.
“Mereka tampil seperti pembela korban, tapi diam-diam terlibat dalam pengaturan dana dan pengambilan keputusan tanpa musyawarah,” kata seorang korban yang meminta namanya dirahasiakan.
Kasus Vina: Dari Korban Menjadi Terlapor
Salah satu korban, Vina, kini menghadapi proses hukum akibat ketidaksanggupan membayar utang yang dijanjikan akan dilunasi dari hasil penjualan aset. Menurut pengakuannya, dana yang dijanjikan tidak diterima sepenuhnya, sementara tekanan hukum tetap berjalan. Vina kini terancam masuk bui, meski ia mengaku tidak mengetahui adanya penyelewengan.
Mediamassa.co.id telah mengonfirmasi bahwa Vina bukan pengurus, melainkan korban yang kini turut terdampak oleh persoalan internal distribusi aset.
DISCLAIMER:
Artikel ini disusun berdasarkan informasi awal yang diperoleh dari dokumen, laporan tertulis, serta keterangan para narasumber yang mengaku sebagai pihak yang dirugikan. Seluruh isi pemberitaan bersifat dugaan dan belum dapat dianggap sebagai kebenaran yang bersifat final sebelum ditetapkan melalui proses hukum yang sah dan berkekuatan tetap. Redaksi Mediamassa.co.id senantiasa menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah serta prinsip keberimbangan dalam pemberitaan. Sehubungan dengan itu, Redaksi memberikan ruang hak jawab dan hak koreksi kepada pihak-pihak yang disebutkan dalam artikel ini, sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Permohonan klarifikasi dapat disampaikan melalui email resmi redaksi: mediamassacoid@gmail.com
Social Header